A. Pengertian Fungsi dan Peranan
Serta Perkembangan Pers Di Indonesia
1 Pengertian pers
Pengertian pers secara etimologi berasal dari kata persen ( Belanda ) atau press ( Inggris ). Kedua kata tersebut berarti “ menekan”. Kata menekan itu merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
Banyak orang menganggap bahwa pers adalah wartawan. Anggapan ini benar jika wartawan diperlakukan sebagai bagian dari pers.
Pengertian pers dilihat dari segi bisnis adalah suatu kelompok kelompok kerja yang terdiri atas berbagai komponen ( wartawan, iklan, tata usaha, redaktur, tata letak, percetakan, sirkulasi dan sebagainya ) yang menghasilkan produk berupa media cetak.
Namun di Amerika Serikat sejak tahun 1947, istilah tersebut telah mengalami perluasan makna. Pers tidak hanya merujuk pada media cetak saja, tetapi juga jurnalisme radio dan televisi. Perluasan makna tersebut dilakukan sebagai respon terhadap maraknya aktivitas pemberitaan melalui media siaran radio sejak awal abad ke-20 dan media siaran televise pada pertengahan abad ke-20 ( Atmakusumah,2000 dalam Bambang Suteng; 2007 hal 87 )
Berikut ini dipaparkan beberapa pengertian pers ( Kokom Komalasari,2007)
1. Istilah Pers menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) memiliki beragam makna, yaitu :
o usaha mencetak atau penerbitan
o usaha mengumpulkan dan meyiarkan berita
o penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio dan televisi
o orang-orang yang bergerak dalam bidang penyiaran berita
o medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan film
2. Undang-Undang No 40 Th 1999 tentang pers (pada pasal 1 butir 1) memberikan batasan/ definisi pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik mupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia
3. Undang-undang No 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan Pokok Pers menyatakan bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya.
4. Dalam leksikon Komunikasi disebutkan bahwa pers berarti usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio dan televisi
5. Ensiklopedi Pers Indonesia , istilah pers merupakan sebutn bagi penerbit/ perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Sebutan ini pada mulanya dari cara bekerjanya media cetak yang awalnya menekankan huruf-huruf di atas kertas yang akan dicetak (press ). Dengan demikian segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut pers.
2. Sejarah perkembangan pers
Sejarah menunjukkan bahwa seorang raja Romawi Kuno yang terkenal Julius Caesar disebut sebagai perintis pers karena beliau secara teratur mengumpulkan hasil rapat senator dalam pemerintahnnya pada papan pengumuman di beberapa tempat agar diketahui oleh rakyatnya. Pengumuman-pengumuman itu kemudia disebut dengan Acta Diurna. Kegiatan tersebut adalah memberikan pengumuman hasil liputan secara berkelanjutan melalui penerbitannya.
Istilah pers dalam surat kabar ( media cetak ) berasal dari benua Eropa ketika para pedagang di sana saling bertukar informasi harga pasar yang ditulis pada kulit kayu atau kulit ternak. Pada tahun 1450 dua orang pemuda Belanda yang bermukim ditepi sungai Minz, bernama Johanes Butrtenburg dan Janszoon Koster menemukan huruf cetak, maka informasi-informasi itu diabadikan melalui percetakan.
Munculnya siaran radio, televisi dan pertunjukkan film yang semula berfungsi sebagai hiburan ternyata bisa menyampaikan informasi, baik melalui siaran berita maupun cerita dalam film, serta menempatkan mereka sebagai media massa
Dengan kata lain bahwa pengertian pers dapat dikelompokkan menjadi dua macam (J.CT Simorangkir dalam Kokom Komalasari,2007: 75 )
a. pengertian pers dalam arti sempit
Hanya menunjuk pada media cetak. Media cetak adalah wahana untuk menyajikan informasi dengan cara mencetak informasi tersebut diatas kertas. (surat kabar, majalah, bulletin,tabloid )
b. pengertian pers dalam arti luas
Pers menunjuk pada berbagai media yakni media cetak dan media elektronik
media elektronik adalah media massa yang menyajikan informasi dengan cara mengirimkan informasi melalui peralatan elektronik. ( selain surat kabar, majalah, bulletin, tabloid juga radio, televisi, film dan internet )
3. Karakteristik pers
Karakteristik adalah ciri-ciri yang spesifik. dari karakteristik tersebut melahirkan suatu identitas. Setiap media memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan media lain. Sebagai salah satu media untuk berekspresi dan informasi, pers tentunya mempunyai beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas yang membedakan dengan media lain. Adapun karakteristik pers secara umum terdiri dari
1. Perodesitas
Pers harus terbit secara teratur, periodic, misalnya setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, satu bulan sekali, tiga bulan sekali. Pes yang terbit setiap hari harus tetap kosisten dengan pilihannya, apakah terbit pada pagi hari atau sore hari. Pers yang tidak terbit periodic biasanya sedang mengalami masalah manajemen, seperti konflik internal, krisis financial, kehabisan modal.
2. Publisitas
Pers ditujukan kepada khlayak umum yang sangat hiterogen. Hiterogen dapat dilihat dari dua dimensi yakni geografis ( data administrasi kependudukan seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama, tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan atau profesi, perolehan pendapatan) dan psikologis (karakter, sifat kepribadian, kebiasaan, dan adapt istiadat contoh orang kota rata-rata memiliki mobilitas sangat tinggi, menyukai pola persaingan dibandingkan dengan masyarakat pedesaan yang cenderung menyukai kebersamaan )
3. Aktualitas
Pers yang disuguhkan mengandung unsur kebaruan ( uptodate ) menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau sedang terjadi. Secara etimologis, aktualitas (actuality ) mengandung arti kini dan keadaan yang sebenarnya
4. Universalitas
Keuniversalan pers dapat dilihat dari
a. Sumbernya, berbagai peristiwa yang dilaporkan pers berasal dari empat penjuru mata angina ( utara, selatan, barat, timur )
b. Materinya, sajian pers terdiri atas aneka macam yang mencakup tiga kelompok besar yakni
o kelompok berita
o kelompok opini (views )
o kelompok iklan (advertising )
5. Objektivitas
Obyektivitas merupakan nilai etika yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan itu harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca, tidak mengganggu perasaan dan pendapat mereka. Surat kabar yang baik harus dapat menyajikan hal-hal yang factual apa adanya, sehingga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya.
B Fungsi dan Peranan Pers
Keberadaan pers di tengah masyarakat begitu penting. Hal ini dikarenakan pers mempunyai fungsi dan peranan yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat. Fungsi dan peranan pers dilaksanakan atau dimanisfestasikan melalui tulisan atau berita yang memberikan pencerahan kepada pikiran masyarakat.
Pers merupakan lembaga sekligus wahana penting sebagai sumber informasi , baik itu masyarakat yang memiliki pemerintahan otoriter maupun masyarakat yang memiliki pemerintahan demokrasi.
a. Fungsi dan peranan pers pada masyarakat otoriter
Dalam masyarakat otoriter, pers sepenuhnya dikuasai oleh dan tunduk pada pemerintah. Pers diarahkan untuk kepentingan/ mendukung dan mensukseskan berbagai kebijakan pemerintah. Insan pers tak memiliki kebebasan dalam kerja jurnalistik.
Pers dalam masyarakat otoriter sebenarnya sebagai alat untuk membodohi dan memperlemah masyarakat.( Bambang Suteng,2007:95)
b.Fungsi dan peranan pers pada masyarakat demokratis
Dalam masyarakatdemokratis, pers secara nyata tidak berada dalam kendali pemerintah.. Insan pers memiliki kebebasan dalam kerja jurnalistik seperti mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pers menjadi kekuatan keempat yang menyangga pemerintahan demokrasi, bersama-sama dengan kekuasaan eksekutif, legeslatif, dan yudikatif.
Fungsi dan peranan pers pada masyarakat demokratis meliputi :
o memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politik
o memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang perhatian masyarakat
o menyediakan wahana untuk melakukan debat public antara berbagai sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat
o membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai dalam menggunakan kekuasaan
o memberikan sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar, memilih dan terlibat dalam kehidupan bersama termasuk proses politik
o sebagai media untuk mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat .( Bambang Suteng,2007:95)
c.Fungsi dan peranan pers era reformasi di Indonesia
Sejak lahirnya reformasi di Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Komitmen kehidupan demokratis tersebut tampak dalam pasal 28 UUD yang menyatakan Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisandan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dalam kehidupan pers komitmen tersebut dijabarkan dalam UU Pers No 40 Tahun 1999
Ada beberapa pendapat tentang Fungsi dan peranan pers antara lain
1. Menurut Mochtar Lubis
Di negara-negara berkembang memiliki 5 ( lima ) fungsi, yaitu
a. fungsi pemersatu, yaitu memperlemah kecenderungan perpecahan
b. fungsi pendidik, yaitu memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, di samping menunjukkan betapa kemajuan IPTEK itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual
c. Fungsi public watchdog atau penjaga kepentingan umum, yaitu pers harus melawan setiap penyalahgunaan kekuasaan misalnya korupsi menentang setiap kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat serta meyuarakan, kepentingan kelompok kecil rakyat yang tidak dapat memyuarakan kehendaknya
d. Fungsi menghapuskan mitos dan mistik dari kehidupan politik negara-negara berkembang
e. Fungsi sebagai forum untuk membicarakan masalah-masalah politik yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan menumbuhkan dialog agar masalah yang dihadapi bersama dapat dipecahkan.
2. UU No 40 Th 1999
Pada pasal 3 ayat 1 dan 2 UU No 40 Tahun 1999 fungsi pers nasional adalah :
1. fungsi sebagai media informasi
2. fungsi sebagai media pendidikan
3. fungsi sebagai media hiburan
4. fungsi sebagai media kontrol sosial
5. fungsi sebagai media lembaga ekonomi
Peranan pers menurut pasal 6 UU pers meliputi :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, menorong terwujudnya supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar
d. melakukan pengawasan, kritik koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran
3. Harold D Lasswell dan Charlesswright
Fungsi sosial media massa menurut mereka ada 4 ( empat ) yakni:
a. Pengamatan sosial ( social surveillance )
Media massa hendaknya menyebarkan informasi dan interpetasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang terjdi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan melakukan control sosial agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan
b. Korelasi sosial (social correlation)
Media massa hendaknya memberikan informasi dan interpretasi yang menghubungkan satu kelomok sosial dengan kelompok sosial lainnya antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai consensus
c. Sosialisasi (socialization)
Media massa hendaknya mewariskan nilai-nilai yang baik dari satu generasi kegenerasi lainnya atau dari satu kelompok kekelompok lainnya
d. Hiburan (Entertainment)
Media massa juga mempunyai tugas untuk memberikan hiburan yang sehat dan menyenangkan masyarakat
4. Menurut M. Gurevitch dan JG Blumler (1990) dalam Bambang Suteng, 2007:93 dalam buku Democracy and the Mass Media mengungkapkan fungsi dan peranan pers dalam masyarakat demokrasi, meliputi :
a. memberikan informasi mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi perhatian masyarakat
b. memberi informasi mengenai perkembangan kehidupan masyarakat
c. menyediakan wahana untuk melakukan debat publi antara berbagai
sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat
d. membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai
dalam menggunakan kekuasaan
e. memberikan sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar,
memilih dan terlibat dalam kehidupan bersama termasuk proses politik
5. Menurut Robert A.Dahl dalam bukunya Perihal Demokrasi(OnDemocracy ) dinyatakan fungsi dan peranan pers haruslah menjadi penyedia informasi alternatif yang memungkinkan memiliki pemahaman cerdas atas berbagai persoalan public sehari-hari. Sehingga, dengan pemahaman cerdas tersebut, masyarakat amakin mampu berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan politik
6. Menurut Barbara Goodwin, 1982 pers berfungsi sebagai media / sarana untuk meningkatkan kadar demokrasi serta menjaga sistem demokrasi
Dengan demikian dapat disimpulkan fungsi pers secara umum ( Kokom Komalsari, 2007,80-81)
1. Informasi, pers mempunyai fungsi memberikan informasi kepada masyarakat. Setiap informasi yang disampaikan harus memmenuhi kreteria sebagai berikut : actual,akurat, factual, menarik, benar, penting, lengkp, jelas,jujur, adil dan berimbang, bermanfaat dan etis.
2. edukasi/pendidikan
3. koreksi/kontrol
4. rekreasi/ hiburan
5. mediasi /penghubung
c. Perkembangan pers di Indonesia
Berbicara perihal pers di Indonesia tentunya tidak bisa dipisahkan dari hadirnya bangsa Barat di tanah air kita. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa hadirnya orang-orang Eropalah, khususnya Belanda yang telah “berjasa” mempelopori hadirnya dunia pers serta persuratkabaran Di Ndonesia. Masalahnya sebelum kehadiran mereka, tidak diberitakan adanya media massa yang dibuat oleh bangsa pribumi.
Menurut Yusuo Hanazaki dam Bambang Suteng,2007:97 perkembangan pers
( khususnya surat kabar)di Indonesia bisa dibedakan menjadi :
1. Era kolonial ( 1744-1900)
Awal mula dimulai dunia persurat kabaran di Indonesia, Dr. De Haan dalam bukunya “Oud Baatavia” mengungkapkan secara sekilas bahwa sejak abad 17 di Batavia sudah terbit sejumlah berkala dan surat kabar. Dunia pers era kolonial dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Gustaaf Willem Baron Van Imhoff dan ketika itu terbit surat kabar pertama pada 7 Agustus 1744 di Batavia yaitu Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen ( Bambang Suteng,2007;96)
Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Sedangkan keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde baru serta orde baru (http://angelicus.wordpress.com/2008/09/24/sejarah-perkembangan-media-massa-di-indonesia-1/)
Dikatakannya,oleh Dr. De Haan dalam bukunya “Oud Baatavia” bahwa :
a. pada th 1676 di Batavia telah terbit sebuah berkala yang bernama Kort Bericht Eropa ( berita singkat Eropa) yang memuat berita dari Polandia, Perancis , Jerman, Belanda, Spanyol Inggris, dan Denmark dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede tahun 1676
b. Pada bulan Oktober tahun 1744 terbit Batavia Nouvelles
c. Pada tanggal 23 Mei 1780 terbit Vendu Nieuws
d. Pada tahun 1810 terbit di Batavia yakni Bataviasche Koloniale Courant
Sejak abad 17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis. Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia. Sehingga fungsi media massa pada saat itu dapat disimpulkan :
a. sebagai usaha bisnis untuk memperoleh keuntungan
b. sebagai penyampai berita / informasi
c. menambah ilmu pengetahuan
d. menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu dan rakyat pada umumnya
e. untuk dokumentasi
Sampai akhir abad ke-19 koran atau berkala yang terbit di Batavia hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentu saja masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland bestuur ( penguasa dalam negeri )kabar beritanya boleh dikata kurang seru dan “ kering “. Berita berisi tentang kehidupan pribumi. Karena itu, kurun waktu (1744-1854) disebut dengan Babak Putih ( Surjomiharjo dan Suryadinata dalam Bambang Suteng,2007:96-97)
Barulah pada kurun sesudah itu mulai muncul surat kabar berbahasa melayu, misalnya
o Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa.
o Di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland.
o Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant.
o Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe.
o Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland.
Surat-surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah
o Bintang Barat,
o Hindia-Nederland,
o Dinihari, Bintang Djohar,
o Selompret Melayu ( Parker,1882 dalam Bambang Suteng,2007:97)
o Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan
o Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo
2. Perjuangan kaum nasionalis ( 1900- 1942)
Memasuki abad ke-20 tepatnya di tahun 1903, berita Koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan dan adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar dikawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintahan, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya (Parada Harahap dalam bukunya kedudukan Pers Dalam Masyarakat,1951 )
Menurut Yasuo Hanazaki,1998 dalam Bambang Suteng,2007: 97. Era Perjuangan kaum nasionalis ditandai dengan terbitnya Medan Prijaji surat kabar yang pertama yang dibiayai, disuting dan diterbitkan sendiri oleh orang-orang Indonesia. Oleh karena itu, Medan Prijaji oleh pemerintah Belanda disebut Inheemsche Pers ( pers Bumiputera)(modul Pkn SMK Kls XII,2009: 39 dianggap tonggak lahirnya pers nasional. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Abdulrachman Surjomiharjo dan Leo Suryadinata dalam Bambang Suteng,2007:97
Namun menurut Takashi Shiraishi(1977), surat kabar pertama yang dibiayai, disunting dan diterbitkan oleh orang bumiputera bukannya Medan Prijaji,melainkan Soenda Berita. Surat kabar Soenda Berita didirikan pada tahun 1903 dan dipimpin oleh Raden Mas Tirtoadisuryo, seorang wartawan muda berusia 21 tahun Soenda Berita dikelola Tirtoadisuryo dengan bantuan keuangan dari RAA Prawiradiredja. Selanjutnya, baru pada tahun 1907 Tirtoadisuryo mendirikan surat kabar Medan Prijaji yang kemudian menjadi surat kabar berpengaruh pada zamannya (Takashi Shiraish dalam Bambang Suteng,2007:97)
Melalui Medan Prijaji Raden Mas Tirtoadisuryo menjadi wartawan Indonesia pertama yang menggunakan surat kabar sebagai wahana untuk membentuk pendapat umum/ opini public. Raden Mas Tirtoadisuryo mendapat sebutan “ Sang Pemula “ ( Pramudya Ananta Toer,1985 ). Pada tahun 1974 pemerintah memberi gelar” Perintis Wartawan Indonesia”
Pasca terbitnya Medan Prijaji, sejak tahun 1913 mulai muncul dan berkembang model pers yang berafiliasi pada aliran politik atau organisasi tertentu. Itu bisa dipahami karena pada masa tersebut mulai muncul dan berkembang berbagai organisasi kebangsaan seperti Budi Utomo (1908), indische Partij (1911) dan sebagainya. Maka, jadilah pers sebagai corong dari aliran politik dan organisasi kebangsaan yang ada ketika itu.diantaranya :
o Oetosan Hindia oleh Tjokroaminoto dari Sarikat Islam
o Api, Halilintar dan Nyala oleh Samaun dari Sarikat Islam aliran kiri ( komunis)
o Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantoro
o Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada Harahap di Padangsidempuan pada tahun 1918 dan 1922
o Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka oleh Ir. Soekarno pada th 1926
Sementara sikap pemerintah kolonial cenderung berusaha membatasi ruang gerak pers. Pada tahun 1918 dalam KUHP (Wetboek van Straftrecht) dicantumkan pasal-pasal pidana yang mengengkang kehidupan pers. Pasal-pasal tersebut dikenal dengan nama Haatzaai Artikelen. Selanjutnya pada tanggal 7 September 1931 pemerintah kolonial mengeluarkan Persbreidel Ordonnantie yang memberi kewenangan Gubernur Jendral untuk melarang terbit penerbitan yang dinilai mengganggu ketertiban umum ( Bambang Suteng,2007:98)
3. Masa transisi pertama ( 1942-1945)
Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat-alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima. Pemerintah penjajahan Jepang mendirikan surat kabar Jawa Shimbun Ka dan membentuk kantor berita Domei.
Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.
Kehidupan pers diatur pemerintah penjajah dengan UU No 16 yang memberlakukan sistem lisensi dan Sensorpreventif artinya setiap penerbitan cetak harus memiliki izin terbit serta melarang penerbitan yang dinilai memusuhi Jepang . Aturan itu masih diperkuat lagi dengan menempatkan shindooin ( penasehat) dalam redaksi setiap surat kabar. Tugas penasehat ini adalah mengontrol dan melakukan sensor ( Surjomiharjo dan Suryadinata dalam Bambang Suteng,2007:98)
Sensor adalah tindakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap informasi yang dipubliksasikan.
Selama masa pendudukannya di Indonesia, pemerintah penjajah Jepang melatih para wartawan Indonesia mengenai teknik penerbitan modern. Selainitu pemerintah penjajah juga mengangkat wartawan Indonesia menjadi redaktur berbagai surat kabar misalnya :
o Asia Raya di Jakarta
o Djakarta Pembangun di Jakarta
o Kung Yung Pao di Jakarta
o Soeara Asia di Surabaya
o Sinar Baroe di Semarang
o Sinar Matahari di Jogyakarta
Tujuannya adalah mobilisasi rakyat untuk melayani kepentingan penjajah Jepang
4. Era pers partisipan ( 1945-1957)
Pada awal kemerdekaan, Indonesia pun melakukan perlawanan dalam sabotase komunikasi. Surat kabar yang diterbitkan oleh bangsa Indonesia pada saat itu merupakan tandingan dari surat kabar yang diterbitkan pemerintah Jepang, sehingga dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis surat kabar yang terbit di Indonesia Hanazaki dalam Bambang Suteng, 2007:99 yakni
1. Surat kabar Belanda yakni surat kabar yang menuyarakan kepentingan penjajah Belanda misalnya
o Fadjar (Jakarta),
o Soeloeh Rakyat ( Semarang),
o Pelita Rakjat ( Surabaya),
o Padjadjaran ( Bandung)
2. Surat kabar Cina yaitu surat kabar yang dikelola oleh komunitas Cina antara lain
o Sumatera Bin Po ( Medan)
o New China times ( Medan)
o Sin Po ( Jakarta )
o Keng Po ( Jakarta )
o Sin Min ( Surabaya )
3. Surat kabar Republiken adalah surat kabar anti penjajah Jepang dan Belanda serta mengobarkan semangat kemerdekaan. Di antaranya adalah
(http://angelicus.wordpress.com/2008/09/24/sejarah-perkembangan-media-massa-di-indonesia-1/):
o Surat kabar Berita Indonesia yang diprakarsai oleh Eddie Soeraedi ikut melakukan propaganda agar rakyat datang berbondong-bondong pada rapat raksasa di lapangan Ikada Jakarta tanggal 19 September 1945.
o Surat kabar Merdeka yang didirikan oelh B.M Diah,
o Harian Rakyat dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmur dan Rinto Alwi,
o Soeara Indonesia pimpinan Manai Sophian di Makassar,
o Pedoman Harian yang berganti nama Soeara Merdeka di Bandung,
o Kedaulatan rakyat di Bukit tinggi, serta
o Surat kabar Demokrasi dan Oetoesan Soematra di Padang.
Pers sebelum kemerdekaan pada umumnya mengidentifikasi diri sebagai pers perjuangan. tetapi pada masa awal kemerdekaan cenderung mulai partisipan ( Bambang Suteng,2007 ) artinya pers menjadi pengikut partai, golongan atau paham tertentu. Sikap partisipan pers makin menjadi-jadi menjelang pemilu 1955.
5. Era pers terpimpin (1957-1965)
Setelah presiden soekarno mengumumkan Dekrit kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, terdapat larangan kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan mendapatkan (SIT) surat izin terbit dan surat izin cetak diperketat. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu amat menaruh perhatian pada pers. PKI memanfaatkan para buruh, termasuk karyawan surat kabar untuk melakukan apa yang dinamakan slowdown strike, yakni mogok secara halus. Dalam hal ini karyawan dibagian setting memperlambat kerja sehingga banyak kolom surat kabar yang tidak terisi menjelang deadline (batas waktu cetak). Akhirnya kolom kosong itu diisi iklan gratis sebagaimana dialami oleh Soerabaja Post dan Harian Pedoman di Jakarta. Pada masa inlah sering terjadi polemic antara surat kabar yang pro PKI dan anti PKI
Era pengengkangan pers pun dimulai dengan peringatan Maladi ( Menteri Muda Penerangan ) bahwa “…. Langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah dan kantor-kantor berita yang tidak mentaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional ( Kokom,2007: 84 ). Pada tanggal 12 Oktober 1960 Ir. Soekarno mengeluarkan peraturan yang mengharuskan setiap penerbit untuk mendaftarkan diri guna mendapatkan Surat Izin Terbit (SIT). SIT bisa diperoleh pers bila memenuhi persyaratan, antara lain: ( Bambang Suteng,2007: 100 )
a. loyal kepada manifesto politik Soekarno
b. bersedia mentaati peraturan Panglima Perang Tertinggi No 10 tahun 1960
c. bersedia menandatangani perjanjian pemenuhan kwajiban yang berisi 19 pasal.
Pemerintah menekankan bahwa fungsi utama pers ialah menyokong tujuan revolusi dan semua surat kabar menjadi juru bicara pemerintah.Hal ini dipertegas oleh pernyataan Presiden Soekarno dalam pidatonya di muka rapat umum HUT ke-19 Persatuan Wartawan Indonesia yang menyatakan”..Saya tegas menyatakan sekarang bahwa dalam suatu revolusi tidak boleh ada kebebasan pers.Hanya pers yang mendukung revolusi yang dibolehkan hidup. Pers yang bermusuhan terhadap revolusi harus disingkirkan( Kokom,2007: 86)
Pada zaman pemerintahan presiden Soekarno, sistem pers yang berlaku adalah:
a. Pada tahun 1950 – 1956 dianut sistem pemerintahan liberal
b. Pada tahun 1956 – 1960 dianut sistem pemerintahan otoriter
c. Pada tahun 1960 – 1965 dianut sistem pemerintahan kuasi komunis
6. masa transisi kedua (1965-1974)
Masa ini ditandai dengan tampilnya pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto dengan dukungan tentara dan elemen-elemen anti komunis. Semangat komunis sangat kuat mewarnai era ini. Semangat itu pula yang mewarnai dinamika kehidupan pers.
Pada awal kekuasaan Orde Baru, pers cukup menikmati kebebasan. Pers bisa menyampaikan berita-berita politik yang kritis, sejauh tidak menentang pemerintah dan tidak pro komunis.Pers yang diberangus oleh pemerintahan Orde Baru yang pro komunis adalah harian Rakyat, sedang harian yang dihidupkan kembali yang pada pemerintahan Orde Lama diberangus adalah Indonesia Raja dan Merdeka
Namun, memasuki tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru mulai bersikap lain. Pemerintah melakukan control terhadap pers misalnya tampak pada campur tangan pemerintah dalam pemilihan ketua PWI tahun 1971, selain itu, pemerintah tetap memberlakukan sistem perizinan pers sebagaimana era Orde Lama. Dengan sistem tersebut, pemerintah sewaktu-waktu bisa mencabut izin penerbitan pers yang dianggap ”mengganggu jalannya pemerintahan “( Bambang Suteng,2007:101)
Pertumbuhan pers yang marak di satu pihak cukup sangat menggembirakan, tapi di lain pihak perlu diwaspadai. Karena masih banyak surat kabar atau majalah yang terdorong oleh tujuan komersial ataupun motif lainnya menyajikan berita-berita sensasional tanpa adanya norma-norma kesusilaan, sopan santun, kerahasian negara dan kurang memperhatikan akibat tulisan yang dapat menyebabkan disintegrasi rakyat.
(http://angelicus.wordpress.com/2008/09/24/sejarah-perkembangan-media-massa-di-indonesia-1/)
7. Era bisnis ( 1974-1988)
Mulai pertengahan tahun 1970-an, pers makin tampil sebagai sebuah industri. Ini bisa dipahami karena Orde Baru berhsil melakukan perbaikan ekonomi, sehingga tingkat daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasi pun meningkat.
Tetapi, di sisi lain, terjadi peningkatan kontrol pemerintah Orde Baru terhadap kehidupan pers. Sikap pemerintah Orde Baru makin jelas ketika kerusuhan Malapetaka 15 Januari 1974 ( Malari). pasca kerusuhan tersebut, pemerintah menghentikan secara tetap penerbitan 12 surat kabar yang memberitakan peristiwa tersebut. Pembredelan demi pembredelan terus terjadi antara lain :
o Tempo (1982)
o Jurnal Ekuin ( 1983)
o Expo (1984)
o Fokus (1984)
o Sinar Harapan ( 1986)
o Prioritas (1987)
Sikap pemerintah tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran sikap pers. Pers yang semula berani bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan penyelewengan pemerintah lantas memilih bersikap hati-hati. Hal ini dilakukan semata-mata agar mereka tidak terkena bredel, yang mengancam keberadaan bisnis mereka ( Bambang Suteng,2007:102)
8. masa transisi ketiga ( 1989-1999)
Sikap Orde Baru menunjukkan sedikit perubahan politik di penghujung dasa warsa 1980-an. Pemicu adalah pidato perpisahan Duta besar Amerika Serikat, Paul Wolfowitz pada tanggal 11 Mei 1989. Ketika itu dinyatakan bahwa deregulasi dalam bidang ekonomi perlu diikuti dengan keterbukaan politik. Pidato tersebut lantas menjadi bagian dari diskusi public, tetapi pers masih sangat hati-hati dalam mensikapi wacana keterbukaan politik agar tidak berdampak buruk terhadap kelangsungan hidupnya, mengingat ketentuan mengenai Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP ) masih berlaku.
Era keterbukaan politik dimanfaatkan pers untuk memuat tulisan-tulisan /laporan politik yang bersifat sensitif seperti : demosnstrasi, penggusuran, pembunuhan aktivis, pemilihan ketua umum parpol dalam hal ini PDI
Tetapi, era keterbukaan pers tersebut hanya berjalan sebentar saja. Pada tanggal 21 Juni 1994 pemerintah membrendel sekaligus tiga media massa terkemuka, yaitu : tempo, Editor dan Detik
9. Era reformasi ( 1999- sekarang )
Mundurnya presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 dijadikan tanda berakhirnya kekuasaan orde Baru yang sekaligus menjadi tanggal awal lahirnya era reformasi. Secara teoritis transisi politik adalah interval ( selang waktu) antara satu rezim politik dengan rezim politik lainnya.
Era transisi biasanya ditandai dengan tiga hal, yaitu :
1. Menguatnya kekuatan sipil (civil society) di satu sisi, serta melemahnya kekuatan negara (state) di sisi lain.
2. Terjadinya liberalisme politik yang tidak bisa dikendalikan lagi
3. Keadaan pers bisa melakukan apa saja yang diinginkan sesuai dengan pihak manajemen
Dari ketiga tersebut di atas bahwa pers di era transisi menuju demokrasi bisa disebut suatu pers yang mencerminkan siapa pemilik modal atau pemilik kepentingan di balik pengelolaan pers itu sendiri. Mereka akan mengendalikan opini public,serta secara kognisi kolektif akan mengarahkan ke arah mana artikulasi politik kaum terdidik di Indonesia.
Kebangkitan pers di Indonesia, ditandai dengan terbukanya kran kebebasan informasi kebebasan itui ditunjukkan dengan disahkannya UU No 40 Tahun 1999 tentang pers, menggantikan UU No 11 Tahun 1966, UU No 4 Tahun 1967 dan UU No 21 tahun 1982.
Dengan lahirnya undang-undang tersebut, maka pers tidak lagi mendaftarkan diri ke Departemen Penerangan untuk mendapatkan SIUPP serta memberikan kebebasan kepada wartawan untuk memilih organisasi wartawan sekaligus menjamin keberadaan Dewan Pers.
UU No 40 Tahun 1999 menjamin kebebasan pers serta mengakui dan menjamin hak memperoleh informasi dan kemerdekaan mengungkapkan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani sebagai hak manusia yang hakiki sebagaimana tercntum di dalam pasal 2 UU No 40 tahun 1999 “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum “
Pada era reformasi ini muncul kecenderungan baru dalam dunia pers di Indonesia, yaitu lokalisasi. Proses nini ditandai dengan munculnya surat kabar yang berskala kedaerahan. Surat kabar tersebut diarahkan untuk menginformasikan segala peristiwa yang terjadi di daerah.
1 Pengertian pers
Pengertian pers secara etimologi berasal dari kata persen ( Belanda ) atau press ( Inggris ). Kedua kata tersebut berarti “ menekan”. Kata menekan itu merujuk pada mesin cetak kuno yang harus ditekan dengan keras untuk menghasilkan karya cetak pada lembaran kertas.
Banyak orang menganggap bahwa pers adalah wartawan. Anggapan ini benar jika wartawan diperlakukan sebagai bagian dari pers.
Pengertian pers dilihat dari segi bisnis adalah suatu kelompok kelompok kerja yang terdiri atas berbagai komponen ( wartawan, iklan, tata usaha, redaktur, tata letak, percetakan, sirkulasi dan sebagainya ) yang menghasilkan produk berupa media cetak.
Namun di Amerika Serikat sejak tahun 1947, istilah tersebut telah mengalami perluasan makna. Pers tidak hanya merujuk pada media cetak saja, tetapi juga jurnalisme radio dan televisi. Perluasan makna tersebut dilakukan sebagai respon terhadap maraknya aktivitas pemberitaan melalui media siaran radio sejak awal abad ke-20 dan media siaran televise pada pertengahan abad ke-20 ( Atmakusumah,2000 dalam Bambang Suteng; 2007 hal 87 )
Berikut ini dipaparkan beberapa pengertian pers ( Kokom Komalasari,2007)
1. Istilah Pers menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ( KBBI ) memiliki beragam makna, yaitu :
o usaha mencetak atau penerbitan
o usaha mengumpulkan dan meyiarkan berita
o penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio dan televisi
o orang-orang yang bergerak dalam bidang penyiaran berita
o medium penyiaran berita, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi dan film
2. Undang-Undang No 40 Th 1999 tentang pers (pada pasal 1 butir 1) memberikan batasan/ definisi pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan meyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan suara, gambar, suara dan gambar serta data dan grafik mupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia
3. Undang-undang No 11 Tahun 1966 tentang Ketentuan Pokok Pers menyatakan bahwa pers adalah lembaga kemasyarakatan alat revolusi yang mempunyai karya sebagai salah satu media komunikasi massa yang bersifat umum berupa penerbitan yang teratur waktu terbitnya, diperlengkapi atau tidak diperlengkapi dengan alat-alat milik sendiri berupa percetakan alat-alat foto, klise, mesin-mesin stensil atau alat-alat teknik lainnya.
4. Dalam leksikon Komunikasi disebutkan bahwa pers berarti usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita melalui surat kabar, majalah, radio dan televisi
5. Ensiklopedi Pers Indonesia , istilah pers merupakan sebutn bagi penerbit/ perusahaan/ kalangan yang berkaitan dengan media massa atau wartawan. Sebutan ini pada mulanya dari cara bekerjanya media cetak yang awalnya menekankan huruf-huruf di atas kertas yang akan dicetak (press ). Dengan demikian segala barang yang dikerjakan dengan mesin cetak disebut pers.
2. Sejarah perkembangan pers
Sejarah menunjukkan bahwa seorang raja Romawi Kuno yang terkenal Julius Caesar disebut sebagai perintis pers karena beliau secara teratur mengumpulkan hasil rapat senator dalam pemerintahnnya pada papan pengumuman di beberapa tempat agar diketahui oleh rakyatnya. Pengumuman-pengumuman itu kemudia disebut dengan Acta Diurna. Kegiatan tersebut adalah memberikan pengumuman hasil liputan secara berkelanjutan melalui penerbitannya.
Istilah pers dalam surat kabar ( media cetak ) berasal dari benua Eropa ketika para pedagang di sana saling bertukar informasi harga pasar yang ditulis pada kulit kayu atau kulit ternak. Pada tahun 1450 dua orang pemuda Belanda yang bermukim ditepi sungai Minz, bernama Johanes Butrtenburg dan Janszoon Koster menemukan huruf cetak, maka informasi-informasi itu diabadikan melalui percetakan.
Munculnya siaran radio, televisi dan pertunjukkan film yang semula berfungsi sebagai hiburan ternyata bisa menyampaikan informasi, baik melalui siaran berita maupun cerita dalam film, serta menempatkan mereka sebagai media massa
Dengan kata lain bahwa pengertian pers dapat dikelompokkan menjadi dua macam (J.CT Simorangkir dalam Kokom Komalasari,2007: 75 )
a. pengertian pers dalam arti sempit
Hanya menunjuk pada media cetak. Media cetak adalah wahana untuk menyajikan informasi dengan cara mencetak informasi tersebut diatas kertas. (surat kabar, majalah, bulletin,tabloid )
b. pengertian pers dalam arti luas
Pers menunjuk pada berbagai media yakni media cetak dan media elektronik
media elektronik adalah media massa yang menyajikan informasi dengan cara mengirimkan informasi melalui peralatan elektronik. ( selain surat kabar, majalah, bulletin, tabloid juga radio, televisi, film dan internet )
3. Karakteristik pers
Karakteristik adalah ciri-ciri yang spesifik. dari karakteristik tersebut melahirkan suatu identitas. Setiap media memiliki karakteristik tersendiri yang membedakannya dengan media lain. Sebagai salah satu media untuk berekspresi dan informasi, pers tentunya mempunyai beberapa karakteristik yang menjadi ciri khas yang membedakan dengan media lain. Adapun karakteristik pers secara umum terdiri dari
1. Perodesitas
Pers harus terbit secara teratur, periodic, misalnya setiap hari, seminggu sekali, dua minggu sekali, satu bulan sekali, tiga bulan sekali. Pes yang terbit setiap hari harus tetap kosisten dengan pilihannya, apakah terbit pada pagi hari atau sore hari. Pers yang tidak terbit periodic biasanya sedang mengalami masalah manajemen, seperti konflik internal, krisis financial, kehabisan modal.
2. Publisitas
Pers ditujukan kepada khlayak umum yang sangat hiterogen. Hiterogen dapat dilihat dari dua dimensi yakni geografis ( data administrasi kependudukan seperti jenis kelamin, kelompok usia, suku bangsa, agama, tingkat pendidikan, status perkawinan, tempat tinggal, pekerjaan atau profesi, perolehan pendapatan) dan psikologis (karakter, sifat kepribadian, kebiasaan, dan adapt istiadat contoh orang kota rata-rata memiliki mobilitas sangat tinggi, menyukai pola persaingan dibandingkan dengan masyarakat pedesaan yang cenderung menyukai kebersamaan )
3. Aktualitas
Pers yang disuguhkan mengandung unsur kebaruan ( uptodate ) menunjuk kepada peristiwa yang benar-benar baru terjadi atau sedang terjadi. Secara etimologis, aktualitas (actuality ) mengandung arti kini dan keadaan yang sebenarnya
4. Universalitas
Keuniversalan pers dapat dilihat dari
a. Sumbernya, berbagai peristiwa yang dilaporkan pers berasal dari empat penjuru mata angina ( utara, selatan, barat, timur )
b. Materinya, sajian pers terdiri atas aneka macam yang mencakup tiga kelompok besar yakni
o kelompok berita
o kelompok opini (views )
o kelompok iklan (advertising )
5. Objektivitas
Obyektivitas merupakan nilai etika yang harus dipegang teguh oleh surat kabar dalam menjalankan profesi jurnalistiknya. Setiap berita yang disuguhkan itu harus dapat dipercaya dan menarik perhatian pembaca, tidak mengganggu perasaan dan pendapat mereka. Surat kabar yang baik harus dapat menyajikan hal-hal yang factual apa adanya, sehingga kebenaran isi berita yang disampaikan tidak menimbulkan tanda tanya.
B Fungsi dan Peranan Pers
Keberadaan pers di tengah masyarakat begitu penting. Hal ini dikarenakan pers mempunyai fungsi dan peranan yang sangat vital bagi kehidupan masyarakat. Fungsi dan peranan pers dilaksanakan atau dimanisfestasikan melalui tulisan atau berita yang memberikan pencerahan kepada pikiran masyarakat.
Pers merupakan lembaga sekligus wahana penting sebagai sumber informasi , baik itu masyarakat yang memiliki pemerintahan otoriter maupun masyarakat yang memiliki pemerintahan demokrasi.
a. Fungsi dan peranan pers pada masyarakat otoriter
Dalam masyarakat otoriter, pers sepenuhnya dikuasai oleh dan tunduk pada pemerintah. Pers diarahkan untuk kepentingan/ mendukung dan mensukseskan berbagai kebijakan pemerintah. Insan pers tak memiliki kebebasan dalam kerja jurnalistik.
Pers dalam masyarakat otoriter sebenarnya sebagai alat untuk membodohi dan memperlemah masyarakat.( Bambang Suteng,2007:95)
b.Fungsi dan peranan pers pada masyarakat demokratis
Dalam masyarakatdemokratis, pers secara nyata tidak berada dalam kendali pemerintah.. Insan pers memiliki kebebasan dalam kerja jurnalistik seperti mencari, memperoleh, memiliki dan menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi kepada masyarakat. Pers menjadi kekuatan keempat yang menyangga pemerintahan demokrasi, bersama-sama dengan kekuasaan eksekutif, legeslatif, dan yudikatif.
Fungsi dan peranan pers pada masyarakat demokratis meliputi :
o memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politik
o memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang perhatian masyarakat
o menyediakan wahana untuk melakukan debat public antara berbagai sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat
o membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai dalam menggunakan kekuasaan
o memberikan sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar, memilih dan terlibat dalam kehidupan bersama termasuk proses politik
o sebagai media untuk mencerdaskan dan memberdayakan masyarakat .( Bambang Suteng,2007:95)
c.Fungsi dan peranan pers era reformasi di Indonesia
Sejak lahirnya reformasi di Indonesia telah berkomitmen untuk mewujudkan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis. Komitmen kehidupan demokratis tersebut tampak dalam pasal 28 UUD yang menyatakan Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisandan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang. Dalam kehidupan pers komitmen tersebut dijabarkan dalam UU Pers No 40 Tahun 1999
Ada beberapa pendapat tentang Fungsi dan peranan pers antara lain
1. Menurut Mochtar Lubis
Di negara-negara berkembang memiliki 5 ( lima ) fungsi, yaitu
a. fungsi pemersatu, yaitu memperlemah kecenderungan perpecahan
b. fungsi pendidik, yaitu memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, di samping menunjukkan betapa kemajuan IPTEK itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai kesejahteraan material dan spiritual
c. Fungsi public watchdog atau penjaga kepentingan umum, yaitu pers harus melawan setiap penyalahgunaan kekuasaan misalnya korupsi menentang setiap kebijakan yang bertentangan dengan kepentingan rakyat serta meyuarakan, kepentingan kelompok kecil rakyat yang tidak dapat memyuarakan kehendaknya
d. Fungsi menghapuskan mitos dan mistik dari kehidupan politik negara-negara berkembang
e. Fungsi sebagai forum untuk membicarakan masalah-masalah politik yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan menumbuhkan dialog agar masalah yang dihadapi bersama dapat dipecahkan.
2. UU No 40 Th 1999
Pada pasal 3 ayat 1 dan 2 UU No 40 Tahun 1999 fungsi pers nasional adalah :
1. fungsi sebagai media informasi
2. fungsi sebagai media pendidikan
3. fungsi sebagai media hiburan
4. fungsi sebagai media kontrol sosial
5. fungsi sebagai media lembaga ekonomi
Peranan pers menurut pasal 6 UU pers meliputi :
a. memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, menorong terwujudnya supremasi hukum dan hak-hak asasi manusia serta menghormati kebhinekaan
c. mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat dan benar
d. melakukan pengawasan, kritik koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
e. memperjuangkan keadilan dan kebenaran
3. Harold D Lasswell dan Charlesswright
Fungsi sosial media massa menurut mereka ada 4 ( empat ) yakni:
a. Pengamatan sosial ( social surveillance )
Media massa hendaknya menyebarkan informasi dan interpetasi yang obyektif mengenai berbagai peristiwa yang terjdi di dalam dan di luar lingkungan sosial dengan tujuan melakukan control sosial agar tidak terjadi hal-hal yang diinginkan
b. Korelasi sosial (social correlation)
Media massa hendaknya memberikan informasi dan interpretasi yang menghubungkan satu kelomok sosial dengan kelompok sosial lainnya antara satu pandangan dengan pandangan lainnya dengan tujuan mencapai consensus
c. Sosialisasi (socialization)
Media massa hendaknya mewariskan nilai-nilai yang baik dari satu generasi kegenerasi lainnya atau dari satu kelompok kekelompok lainnya
d. Hiburan (Entertainment)
Media massa juga mempunyai tugas untuk memberikan hiburan yang sehat dan menyenangkan masyarakat
4. Menurut M. Gurevitch dan JG Blumler (1990) dalam Bambang Suteng, 2007:93 dalam buku Democracy and the Mass Media mengungkapkan fungsi dan peranan pers dalam masyarakat demokrasi, meliputi :
a. memberikan informasi mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi perhatian masyarakat
b. memberi informasi mengenai perkembangan kehidupan masyarakat
c. menyediakan wahana untuk melakukan debat publi antara berbagai
sudut pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat
d. membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai
dalam menggunakan kekuasaan
e. memberikan sumbangan kepada warga masyarakat untuk belajar,
memilih dan terlibat dalam kehidupan bersama termasuk proses politik
5. Menurut Robert A.Dahl dalam bukunya Perihal Demokrasi(OnDemocracy ) dinyatakan fungsi dan peranan pers haruslah menjadi penyedia informasi alternatif yang memungkinkan memiliki pemahaman cerdas atas berbagai persoalan public sehari-hari. Sehingga, dengan pemahaman cerdas tersebut, masyarakat amakin mampu berpartisipasi secara efektif dalam kehidupan politik
6. Menurut Barbara Goodwin, 1982 pers berfungsi sebagai media / sarana untuk meningkatkan kadar demokrasi serta menjaga sistem demokrasi
Dengan demikian dapat disimpulkan fungsi pers secara umum ( Kokom Komalsari, 2007,80-81)
1. Informasi, pers mempunyai fungsi memberikan informasi kepada masyarakat. Setiap informasi yang disampaikan harus memmenuhi kreteria sebagai berikut : actual,akurat, factual, menarik, benar, penting, lengkp, jelas,jujur, adil dan berimbang, bermanfaat dan etis.
2. edukasi/pendidikan
3. koreksi/kontrol
4. rekreasi/ hiburan
5. mediasi /penghubung
c. Perkembangan pers di Indonesia
Berbicara perihal pers di Indonesia tentunya tidak bisa dipisahkan dari hadirnya bangsa Barat di tanah air kita. Memang tidak bisa dipungkiri, bahwa hadirnya orang-orang Eropalah, khususnya Belanda yang telah “berjasa” mempelopori hadirnya dunia pers serta persuratkabaran Di Ndonesia. Masalahnya sebelum kehadiran mereka, tidak diberitakan adanya media massa yang dibuat oleh bangsa pribumi.
Menurut Yusuo Hanazaki dam Bambang Suteng,2007:97 perkembangan pers
( khususnya surat kabar)di Indonesia bisa dibedakan menjadi :
1. Era kolonial ( 1744-1900)
Awal mula dimulai dunia persurat kabaran di Indonesia, Dr. De Haan dalam bukunya “Oud Baatavia” mengungkapkan secara sekilas bahwa sejak abad 17 di Batavia sudah terbit sejumlah berkala dan surat kabar. Dunia pers era kolonial dimulai pada masa pemerintahan Gubernur Jendral Gustaaf Willem Baron Van Imhoff dan ketika itu terbit surat kabar pertama pada 7 Agustus 1744 di Batavia yaitu Bataviasche Nouvelles en Politique Raisonnementen ( Bambang Suteng,2007;96)
Surat kabar merupakan media massa yang paling tua dibandingkan dengan jenis media massa lainnya. Sejarah mencatat keberadaan surat kabar dimulai sejak ditemukannya mesin cetak oleh Johann Guternberg di Jerman. Sedangkan keberadaan surat kabar di Indonesia ditandai dengan perjalanan panjang melalui lima periode yakni masa penjajahan Belanda, Penjajahan Jepang, menjelang kemerdekaan dan awal kemerdekaan, zaman orde baru serta orde baru (http://angelicus.wordpress.com/2008/09/24/sejarah-perkembangan-media-massa-di-indonesia-1/)
Dikatakannya,oleh Dr. De Haan dalam bukunya “Oud Baatavia” bahwa :
a. pada th 1676 di Batavia telah terbit sebuah berkala yang bernama Kort Bericht Eropa ( berita singkat Eropa) yang memuat berita dari Polandia, Perancis , Jerman, Belanda, Spanyol Inggris, dan Denmark dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede tahun 1676
b. Pada bulan Oktober tahun 1744 terbit Batavia Nouvelles
c. Pada tanggal 23 Mei 1780 terbit Vendu Nieuws
d. Pada tahun 1810 terbit di Batavia yakni Bataviasche Koloniale Courant
Sejak abad 17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis. Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu pemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat di masa mendatang merupakan lahan bisnis yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan berkala dan surat kabar di Batavia. Sehingga fungsi media massa pada saat itu dapat disimpulkan :
a. sebagai usaha bisnis untuk memperoleh keuntungan
b. sebagai penyampai berita / informasi
c. menambah ilmu pengetahuan
d. menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu dan rakyat pada umumnya
e. untuk dokumentasi
Sampai akhir abad ke-19 koran atau berkala yang terbit di Batavia hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentu saja masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabar di masa itu diatur oleh pihak Binnenland bestuur ( penguasa dalam negeri )kabar beritanya boleh dikata kurang seru dan “ kering “. Berita berisi tentang kehidupan pribumi. Karena itu, kurun waktu (1744-1854) disebut dengan Babak Putih ( Surjomiharjo dan Suryadinata dalam Bambang Suteng,2007:96-97)
Barulah pada kurun sesudah itu mulai muncul surat kabar berbahasa melayu, misalnya
o Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya memuat berita-berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan dari harian-harian di Eropa.
o Di Surabaya Soerabajash Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland.
o Di semarang terbit Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant.
o Di Padang surat kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan Bentara Melajoe.
o Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan Makassaarch Handelsbland.
Surat-surat kabar yang terbit pada masa ini tidak mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan. Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum diperiksa oleh penguasa setempat.
Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16 surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu diantaranya adalah
o Bintang Barat,
o Hindia-Nederland,
o Dinihari, Bintang Djohar,
o Selompret Melayu ( Parker,1882 dalam Bambang Suteng,2007:97)
o Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan
o Surat kabar berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo
2. Perjuangan kaum nasionalis ( 1900- 1942)
Memasuki abad ke-20 tepatnya di tahun 1903, berita Koran mulai menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan dan adanya dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa kota besar dikawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan otonom sehingga ada para petinggi pemerintahan, yang dijamin oleh hak onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi kebijakan atasannya (Parada Harahap dalam bukunya kedudukan Pers Dalam Masyarakat,1951 )
Menurut Yasuo Hanazaki,1998 dalam Bambang Suteng,2007: 97. Era Perjuangan kaum nasionalis ditandai dengan terbitnya Medan Prijaji surat kabar yang pertama yang dibiayai, disuting dan diterbitkan sendiri oleh orang-orang Indonesia. Oleh karena itu, Medan Prijaji oleh pemerintah Belanda disebut Inheemsche Pers ( pers Bumiputera)(modul Pkn SMK Kls XII,2009: 39 dianggap tonggak lahirnya pers nasional. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Abdulrachman Surjomiharjo dan Leo Suryadinata dalam Bambang Suteng,2007:97
Namun menurut Takashi Shiraishi(1977), surat kabar pertama yang dibiayai, disunting dan diterbitkan oleh orang bumiputera bukannya Medan Prijaji,melainkan Soenda Berita. Surat kabar Soenda Berita didirikan pada tahun 1903 dan dipimpin oleh Raden Mas Tirtoadisuryo, seorang wartawan muda berusia 21 tahun Soenda Berita dikelola Tirtoadisuryo dengan bantuan keuangan dari RAA Prawiradiredja. Selanjutnya, baru pada tahun 1907 Tirtoadisuryo mendirikan surat kabar Medan Prijaji yang kemudian menjadi surat kabar berpengaruh pada zamannya (Takashi Shiraish dalam Bambang Suteng,2007:97)
Melalui Medan Prijaji Raden Mas Tirtoadisuryo menjadi wartawan Indonesia pertama yang menggunakan surat kabar sebagai wahana untuk membentuk pendapat umum/ opini public. Raden Mas Tirtoadisuryo mendapat sebutan “ Sang Pemula “ ( Pramudya Ananta Toer,1985 ). Pada tahun 1974 pemerintah memberi gelar” Perintis Wartawan Indonesia”
Pasca terbitnya Medan Prijaji, sejak tahun 1913 mulai muncul dan berkembang model pers yang berafiliasi pada aliran politik atau organisasi tertentu. Itu bisa dipahami karena pada masa tersebut mulai muncul dan berkembang berbagai organisasi kebangsaan seperti Budi Utomo (1908), indische Partij (1911) dan sebagainya. Maka, jadilah pers sebagai corong dari aliran politik dan organisasi kebangsaan yang ada ketika itu.diantaranya :
o Oetosan Hindia oleh Tjokroaminoto dari Sarikat Islam
o Api, Halilintar dan Nyala oleh Samaun dari Sarikat Islam aliran kiri ( komunis)
o Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak oleh Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantoro
o Benih Merdeka dan Sinar Merdeka oleh Parada Harahap di Padangsidempuan pada tahun 1918 dan 1922
o Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka oleh Ir. Soekarno pada th 1926
Sementara sikap pemerintah kolonial cenderung berusaha membatasi ruang gerak pers. Pada tahun 1918 dalam KUHP (Wetboek van Straftrecht) dicantumkan pasal-pasal pidana yang mengengkang kehidupan pers. Pasal-pasal tersebut dikenal dengan nama Haatzaai Artikelen. Selanjutnya pada tanggal 7 September 1931 pemerintah kolonial mengeluarkan Persbreidel Ordonnantie yang memberi kewenangan Gubernur Jendral untuk melarang terbit penerbitan yang dinilai mengganggu ketertiban umum ( Bambang Suteng,2007:98)
3. Masa transisi pertama ( 1942-1945)
Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan alasan menghemat alat-alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar. Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita Yashima. Pemerintah penjajahan Jepang mendirikan surat kabar Jawa Shimbun Ka dan membentuk kantor berita Domei.
Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.
Kehidupan pers diatur pemerintah penjajah dengan UU No 16 yang memberlakukan sistem lisensi dan Sensorpreventif artinya setiap penerbitan cetak harus memiliki izin terbit serta melarang penerbitan yang dinilai memusuhi Jepang . Aturan itu masih diperkuat lagi dengan menempatkan shindooin ( penasehat) dalam redaksi setiap surat kabar. Tugas penasehat ini adalah mengontrol dan melakukan sensor ( Surjomiharjo dan Suryadinata dalam Bambang Suteng,2007:98)
Sensor adalah tindakan pengawasan dan pemeriksaan terhadap informasi yang dipubliksasikan.
Selama masa pendudukannya di Indonesia, pemerintah penjajah Jepang melatih para wartawan Indonesia mengenai teknik penerbitan modern. Selainitu pemerintah penjajah juga mengangkat wartawan Indonesia menjadi redaktur berbagai surat kabar misalnya :
o Asia Raya di Jakarta
o Djakarta Pembangun di Jakarta
o Kung Yung Pao di Jakarta
o Soeara Asia di Surabaya
o Sinar Baroe di Semarang
o Sinar Matahari di Jogyakarta
Tujuannya adalah mobilisasi rakyat untuk melayani kepentingan penjajah Jepang
4. Era pers partisipan ( 1945-1957)
Pada awal kemerdekaan, Indonesia pun melakukan perlawanan dalam sabotase komunikasi. Surat kabar yang diterbitkan oleh bangsa Indonesia pada saat itu merupakan tandingan dari surat kabar yang diterbitkan pemerintah Jepang, sehingga dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis surat kabar yang terbit di Indonesia Hanazaki dalam Bambang Suteng, 2007:99 yakni
1. Surat kabar Belanda yakni surat kabar yang menuyarakan kepentingan penjajah Belanda misalnya
o Fadjar (Jakarta),
o Soeloeh Rakyat ( Semarang),
o Pelita Rakjat ( Surabaya),
o Padjadjaran ( Bandung)
2. Surat kabar Cina yaitu surat kabar yang dikelola oleh komunitas Cina antara lain
o Sumatera Bin Po ( Medan)
o New China times ( Medan)
o Sin Po ( Jakarta )
o Keng Po ( Jakarta )
o Sin Min ( Surabaya )
3. Surat kabar Republiken adalah surat kabar anti penjajah Jepang dan Belanda serta mengobarkan semangat kemerdekaan. Di antaranya adalah
(http://angelicus.wordpress.com/2008/09/24/sejarah-perkembangan-media-massa-di-indonesia-1/):
o Surat kabar Berita Indonesia yang diprakarsai oleh Eddie Soeraedi ikut melakukan propaganda agar rakyat datang berbondong-bondong pada rapat raksasa di lapangan Ikada Jakarta tanggal 19 September 1945.
o Surat kabar Merdeka yang didirikan oelh B.M Diah,
o Harian Rakyat dengan pemimpin redaksi Samsudin Sutan Makmur dan Rinto Alwi,
o Soeara Indonesia pimpinan Manai Sophian di Makassar,
o Pedoman Harian yang berganti nama Soeara Merdeka di Bandung,
o Kedaulatan rakyat di Bukit tinggi, serta
o Surat kabar Demokrasi dan Oetoesan Soematra di Padang.
Pers sebelum kemerdekaan pada umumnya mengidentifikasi diri sebagai pers perjuangan. tetapi pada masa awal kemerdekaan cenderung mulai partisipan ( Bambang Suteng,2007 ) artinya pers menjadi pengikut partai, golongan atau paham tertentu. Sikap partisipan pers makin menjadi-jadi menjelang pemilu 1955.
5. Era pers terpimpin (1957-1965)
Setelah presiden soekarno mengumumkan Dekrit kembali ke UUD 1945 pada tanggal 5 Juli 1959, terdapat larangan kegiatan politik termasuk pers. Persyaratan mendapatkan (SIT) surat izin terbit dan surat izin cetak diperketat. Situasi seperti ini dimanfaatkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada saat itu amat menaruh perhatian pada pers. PKI memanfaatkan para buruh, termasuk karyawan surat kabar untuk melakukan apa yang dinamakan slowdown strike, yakni mogok secara halus. Dalam hal ini karyawan dibagian setting memperlambat kerja sehingga banyak kolom surat kabar yang tidak terisi menjelang deadline (batas waktu cetak). Akhirnya kolom kosong itu diisi iklan gratis sebagaimana dialami oleh Soerabaja Post dan Harian Pedoman di Jakarta. Pada masa inlah sering terjadi polemic antara surat kabar yang pro PKI dan anti PKI
Era pengengkangan pers pun dimulai dengan peringatan Maladi ( Menteri Muda Penerangan ) bahwa “…. Langkah-langkah tegas akan dilakukan terhadap surat kabar, majalah-majalah dan kantor-kantor berita yang tidak mentaati peraturan yang diperlukan dalam usaha menerbitkan pers nasional ( Kokom,2007: 84 ). Pada tanggal 12 Oktober 1960 Ir. Soekarno mengeluarkan peraturan yang mengharuskan setiap penerbit untuk mendaftarkan diri guna mendapatkan Surat Izin Terbit (SIT). SIT bisa diperoleh pers bila memenuhi persyaratan, antara lain: ( Bambang Suteng,2007: 100 )
a. loyal kepada manifesto politik Soekarno
b. bersedia mentaati peraturan Panglima Perang Tertinggi No 10 tahun 1960
c. bersedia menandatangani perjanjian pemenuhan kwajiban yang berisi 19 pasal.
Pemerintah menekankan bahwa fungsi utama pers ialah menyokong tujuan revolusi dan semua surat kabar menjadi juru bicara pemerintah.Hal ini dipertegas oleh pernyataan Presiden Soekarno dalam pidatonya di muka rapat umum HUT ke-19 Persatuan Wartawan Indonesia yang menyatakan”..Saya tegas menyatakan sekarang bahwa dalam suatu revolusi tidak boleh ada kebebasan pers.Hanya pers yang mendukung revolusi yang dibolehkan hidup. Pers yang bermusuhan terhadap revolusi harus disingkirkan( Kokom,2007: 86)
Pada zaman pemerintahan presiden Soekarno, sistem pers yang berlaku adalah:
a. Pada tahun 1950 – 1956 dianut sistem pemerintahan liberal
b. Pada tahun 1956 – 1960 dianut sistem pemerintahan otoriter
c. Pada tahun 1960 – 1965 dianut sistem pemerintahan kuasi komunis
6. masa transisi kedua (1965-1974)
Masa ini ditandai dengan tampilnya pemerintah Orde Baru yang dipimpin oleh Soeharto dengan dukungan tentara dan elemen-elemen anti komunis. Semangat komunis sangat kuat mewarnai era ini. Semangat itu pula yang mewarnai dinamika kehidupan pers.
Pada awal kekuasaan Orde Baru, pers cukup menikmati kebebasan. Pers bisa menyampaikan berita-berita politik yang kritis, sejauh tidak menentang pemerintah dan tidak pro komunis.Pers yang diberangus oleh pemerintahan Orde Baru yang pro komunis adalah harian Rakyat, sedang harian yang dihidupkan kembali yang pada pemerintahan Orde Lama diberangus adalah Indonesia Raja dan Merdeka
Namun, memasuki tahun 1970-an, pemerintah Orde Baru mulai bersikap lain. Pemerintah melakukan control terhadap pers misalnya tampak pada campur tangan pemerintah dalam pemilihan ketua PWI tahun 1971, selain itu, pemerintah tetap memberlakukan sistem perizinan pers sebagaimana era Orde Lama. Dengan sistem tersebut, pemerintah sewaktu-waktu bisa mencabut izin penerbitan pers yang dianggap ”mengganggu jalannya pemerintahan “( Bambang Suteng,2007:101)
Pertumbuhan pers yang marak di satu pihak cukup sangat menggembirakan, tapi di lain pihak perlu diwaspadai. Karena masih banyak surat kabar atau majalah yang terdorong oleh tujuan komersial ataupun motif lainnya menyajikan berita-berita sensasional tanpa adanya norma-norma kesusilaan, sopan santun, kerahasian negara dan kurang memperhatikan akibat tulisan yang dapat menyebabkan disintegrasi rakyat.
(http://angelicus.wordpress.com/2008/09/24/sejarah-perkembangan-media-massa-di-indonesia-1/)
7. Era bisnis ( 1974-1988)
Mulai pertengahan tahun 1970-an, pers makin tampil sebagai sebuah industri. Ini bisa dipahami karena Orde Baru berhsil melakukan perbaikan ekonomi, sehingga tingkat daya beli masyarakat untuk memenuhi kebutuhan informasi pun meningkat.
Tetapi, di sisi lain, terjadi peningkatan kontrol pemerintah Orde Baru terhadap kehidupan pers. Sikap pemerintah Orde Baru makin jelas ketika kerusuhan Malapetaka 15 Januari 1974 ( Malari). pasca kerusuhan tersebut, pemerintah menghentikan secara tetap penerbitan 12 surat kabar yang memberitakan peristiwa tersebut. Pembredelan demi pembredelan terus terjadi antara lain :
o Tempo (1982)
o Jurnal Ekuin ( 1983)
o Expo (1984)
o Fokus (1984)
o Sinar Harapan ( 1986)
o Prioritas (1987)
Sikap pemerintah tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran sikap pers. Pers yang semula berani bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan penyelewengan pemerintah lantas memilih bersikap hati-hati. Hal ini dilakukan semata-mata agar mereka tidak terkena bredel, yang mengancam keberadaan bisnis mereka ( Bambang Suteng,2007:102)
8. masa transisi ketiga ( 1989-1999)
Sikap Orde Baru menunjukkan sedikit perubahan politik di penghujung dasa warsa 1980-an. Pemicu adalah pidato perpisahan Duta besar Amerika Serikat, Paul Wolfowitz pada tanggal 11 Mei 1989. Ketika itu dinyatakan bahwa deregulasi dalam bidang ekonomi perlu diikuti dengan keterbukaan politik. Pidato tersebut lantas menjadi bagian dari diskusi public, tetapi pers masih sangat hati-hati dalam mensikapi wacana keterbukaan politik agar tidak berdampak buruk terhadap kelangsungan hidupnya, mengingat ketentuan mengenai Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP ) masih berlaku.
Era keterbukaan politik dimanfaatkan pers untuk memuat tulisan-tulisan /laporan politik yang bersifat sensitif seperti : demosnstrasi, penggusuran, pembunuhan aktivis, pemilihan ketua umum parpol dalam hal ini PDI
Tetapi, era keterbukaan pers tersebut hanya berjalan sebentar saja. Pada tanggal 21 Juni 1994 pemerintah membrendel sekaligus tiga media massa terkemuka, yaitu : tempo, Editor dan Detik
9. Era reformasi ( 1999- sekarang )
Mundurnya presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998 dijadikan tanda berakhirnya kekuasaan orde Baru yang sekaligus menjadi tanggal awal lahirnya era reformasi. Secara teoritis transisi politik adalah interval ( selang waktu) antara satu rezim politik dengan rezim politik lainnya.
Era transisi biasanya ditandai dengan tiga hal, yaitu :
1. Menguatnya kekuatan sipil (civil society) di satu sisi, serta melemahnya kekuatan negara (state) di sisi lain.
2. Terjadinya liberalisme politik yang tidak bisa dikendalikan lagi
3. Keadaan pers bisa melakukan apa saja yang diinginkan sesuai dengan pihak manajemen
Dari ketiga tersebut di atas bahwa pers di era transisi menuju demokrasi bisa disebut suatu pers yang mencerminkan siapa pemilik modal atau pemilik kepentingan di balik pengelolaan pers itu sendiri. Mereka akan mengendalikan opini public,serta secara kognisi kolektif akan mengarahkan ke arah mana artikulasi politik kaum terdidik di Indonesia.
Kebangkitan pers di Indonesia, ditandai dengan terbukanya kran kebebasan informasi kebebasan itui ditunjukkan dengan disahkannya UU No 40 Tahun 1999 tentang pers, menggantikan UU No 11 Tahun 1966, UU No 4 Tahun 1967 dan UU No 21 tahun 1982.
Dengan lahirnya undang-undang tersebut, maka pers tidak lagi mendaftarkan diri ke Departemen Penerangan untuk mendapatkan SIUPP serta memberikan kebebasan kepada wartawan untuk memilih organisasi wartawan sekaligus menjamin keberadaan Dewan Pers.
UU No 40 Tahun 1999 menjamin kebebasan pers serta mengakui dan menjamin hak memperoleh informasi dan kemerdekaan mengungkapkan pikiran dan pendapat sesuai dengan hati nurani sebagai hak manusia yang hakiki sebagaimana tercntum di dalam pasal 2 UU No 40 tahun 1999 “Kemerdekaan pers adalah salah satu wujud kedaulatan rakyat yang berasaskan prinsip-prinsip demokrasi, keadilan dan supremasi hukum “
Pada era reformasi ini muncul kecenderungan baru dalam dunia pers di Indonesia, yaitu lokalisasi. Proses nini ditandai dengan munculnya surat kabar yang berskala kedaerahan. Surat kabar tersebut diarahkan untuk menginformasikan segala peristiwa yang terjadi di daerah.
Daftar
Pustaka
o Undang- Undang No 40 Tahun 1999 tentang pers di Indonesia
o Saptono,2009, Seribu Pena Pendidikan Kewarganegaraan,Jakarta, Penerbit Erlangga
o Suteng, Bambang, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Penerbit Erlangga
o Modul Pkn Kelas XII SMK,Cahaya Mandiri
o Komalasari,Kokom,2007, Memahami Pendidikan Kewarganegaraan,
Bandung, Penerbit Armico
o Undang- Undang No 40 Tahun 1999 tentang pers di Indonesia
o Saptono,2009, Seribu Pena Pendidikan Kewarganegaraan,Jakarta, Penerbit Erlangga
o Suteng, Bambang, 2007, Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Penerbit Erlangga
o Modul Pkn Kelas XII SMK,Cahaya Mandiri
o Komalasari,Kokom,2007, Memahami Pendidikan Kewarganegaraan,
Bandung, Penerbit Armico
Tidak ada komentar:
Posting Komentar